4Libya melalui Jam’iyah Ad-Dakwah Al-Islamiyah Al-Alamiyah sangat konsen dan konsisten untuk menyebarkan ajar an Islam ke ber bagai penjuru dunia. Lembaga ini bah kan turut meno pang gerakan dakwah Is lami yah di se luruh nega ra Afrika. Negeri Saha ra. Begitulah Libya negara berpenduduk mayoritas Muslim yang terbentang di sepanjang pantai timur laut Afrika itu kerap dijuluki. Sejarah peradaban Islam mencatat, negara yang dikenal dengan nama resmi Great Socialist People’s Libyan Arab Jamahiriya itu turut me me gang peranan penting dalam pe nye baran Islam di benua Afrika Utara.

Kini, melalui Jam’iyah Ad- Dakwah Al-Islamiyah Al-Alamiyah yang dimilikinya—negeri petrodolar yang terhampar di daratan seluas 1.759. 540 km persegi itu—mulai menjadi sebuah kekuatan baru Islam di ‘Benua Hitam’ Afrika. Negara multietnis yang terdiri atas bangsa Barbar, Arab, Yunani, Mal ta, Italia, Mesir, Pakistan, Turki, In dia, dan Tunisia itu terletak di se belah barat Tunisia dan Aljazair.

Di bagian timur, negeri yang tercatat se bagai salah satu wilayah ter tua yang dihuni peradaban manusia itu berbatasan dengan Mesir. Di ba gian selatan, negara yang kini dipim pin oleh Kolonel Muam mar Qaddafi sejak tahun 1969 itu bertetangga dengan Sudan dan Nigeria. Popu lasi pen duduk Libya yang dikaruniai lim pahan cadangan minyak itu mencapai 6.173. 579 jiwa—97 persen beragama Islam.

Menurut bukti-bukti arkeologi, di wilayah Libya sekitar 8 milenium SM telah berkembang kebudayaan Neoli ti kum di kawasan pantai. Masyarakat Libya kuno sudah mulai mengembang kan pertanian. Sedangkan di wilayah selatan yang terdiri atas hamparan padang pasir, masyarakat Libya kuno memiliki mata pencaharian sebagai pemburu.

Asal muasal keberadaan bangsa Barbar di daratan Libya hingga kini masih diselimuti misteri. Meski be gitu, bukti arkeologi dan lingusitik mengindikasikan suku Barbar berasal dari barat daya Asia. Mereka diduga hijrah ke daratan Afrika Utara pada milenium ke-3 SM. Sejarah mencatat, wilayah Libya selalu menarik perhatian beragam peradaban. Tak heran, jika penguasa negeri itu selalu silih berganti dari zaman ke zaman. Sebelum abad ke-12 SM, wilayah ini sempat dikuasai orangorang Phoenik.

Bangsa Yunani Kuno juga sempat menguasai wilayah itu sekitar abad ke-7 SM. Selama 400 tahun la manya, wilayah Libya, Tripoli, dan Cyrenaica, sempat menjadi bagian da ri kekuasaan bangsa Romawi.

Pada masa itu, penduduk Libya dikisahkan hidup dalam kemakmur an. Bangunan Leptis Magna nan me gah yang terletak 120 km dari Tripoli menjadi sak si kekuasaan Romawi di Libya. Sisasisa peninggalan Romawi itu menunjukkan adanya kehidupan metropolis yang sangat maju di permulaan abad masehi.

Gedung teater, pasar, istana raja, ko lam pemandian, dan lapangan olah raga yang begitu megah menjadi saksi kehi dupan masyarakat kota bangsa Romawi di darat an Libya. Seiring ber kuasanya Romawi, pada awal abad ke-2 M agama Kristen mulai menyebar di wilayah Libya.

Libya memasuki babak baru ketika ajar an Islam memasuki negeri Sahara itu pada 642 M. Di bawah komando Jenderal Muslim, Amar bin Ash, pasukan tentara Islam yang saat itu berada di era kepemimpinan Umar bin Khat tab berhasil menguasai Libya—ka was an Cyrenaica dan membangun markas pertahanan di Barce.

Dua tahun kemudian, pasukan tentara Islam mampu menembus ke ku atan Bizantium dan akhirnya m e nguasai Tripo litania. Jenderal perang tentara Muslim lainnya, Uqba bin Na fi, pada 663 M juga tercatat berhasil merebut wilayah Fezzan dari Kekai sar an Bizantium. Kekuasaan Romawi semakin menyusut ketika pada 670 M, tentara Muslim mengambil alih se jum lah provinsi di Afrika. Uqba lalu mendirikan kota Kairouan di wilayah Tunisia.

Mulai abad ke-8 M, wilayah Libya, Tripolitania, dan Cyrenaica—berada dalam kekuasaan Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus. Berkuasanya Islam di wilayah Libya menjadi berkah bagi penduduknya. Dinasti Umayyah mampu menyatukan kehi dupan politik dan agama di bawah payung kekhilafahan. Pemerintahan dijalankan dengan syariah (hukum Islam)—berdasarkan Alquran dan Hadis.

Kehidupan masyarakat Libya be gitu makmur dan tenteram di bawah kekuasaan kekhilafahan Islam. Sektor pertanian di kawasan pesisir dan per kotaan berkembang pesat. Orang-orang kota merasa nyaman dan aman ka rena mendapat jaminan untuk ber niaga dan berbisnis. Penduduk non-Muslim mendapatkan jaminan hak atas lahan yang mereka kuasai. Di Cy renaica, para pemimpin gereja me nyambut datangnya Islam, karena te lah membebaskan mereka dari penindasan Bizantium.

Peradaban Islam pun mulai membangun perkotaan di Afrika Utara. Kedatangan pasukan tentara Islam di Afrika Utara—khususnya Libya—bu kan untuk melakukan penjajahan, melainkan untuk melakukan dakwah dan penaklukan saja. Berbeda dengan invasi yang dilaku kan Barat terhadap negara-negara Islam. Mereka m e ngu a sai, menindas, mengeksploitasi, dan menjajah ketika menaklukkan sebuah wilayah.

insn7lEkspansi yang dilakukan peradaban Islam malah membawa kedamaian dan kemakmuran bagi wilayah yang ditaklukkan tentara Islam. Perlahan namun pasti, jumlah pemeluk Islam mulai berkembang di Libya. Apalagi, tentara Muslim yang datang ke wila yah itu melakukan asimilasi dengan penduduk asli, seperti melakukan pernikahan dengan wanita di wilayah Libya. Suku Barbar yang nomaden pun berbondong-bondong memeluk agama Islam. Setelah ke kuasaan Dinasti Umay yah berakhir, wila yah Libya ber ada dalam naungan Kekhilafahan Ab basiyah. Kawasan Afrika Utara termasuk Libya—dipimpin seorang amir yang berada di bawah kendali kha lifah. Pada tahun 800, Khalifah Ha run Ar-Ra syid mengangkat Ib ra him bin Aghlab, yang mendirikan dinasti di Kairouan, memerintah Afrika dan Tripo litania sebagai negara bagian yang otonom.

Amir Aghlabid memperbaiki sistem irigasi bekas Romawi. Peradaban Is lam pun membangun kawasan Libya hingga menjadi daerah yang makmur dan kaya-raya. Produksi pertanian pun melimpah ruah. Dinasti Aghlabid berlombalomba dengan Kekaisaran Bizantium untuk menguasai Medi terania Tengah.

Dari wilayah itu pula, Dinasti Aghlabid mampu mengusai Sicilia—wila yah otonom di Italia Selatan, dan memainkan peranan aktif dalam kancah perpolitikan di Italia. Setelah tenggelamnya kekuasaan Dinasti Aghlabid, kawasan Libya sempat pula dikuasai Dinasti Fatimiyah. Libya pernah pula berada dalam kekuasaan Dinasti Mamluk dan hingga akhirnya diambil alih Kekhilafahan Turki Usmani.

Seiring waktu, Libya melalui Jam’iyah Ad-Dakwah Al-Islamiyah Al- Alamiyah sangat konsisten untuk menyebarkan ajar an Islam ke ber bagai penjuru dunia. Lemba ga ini bah kan turut meno pang gerakan dakwah Is lamiyah di se luruh nega ra Afrika. Se cara rutin, lem baga dakwah ini mempersatukan umat Islam dengan meng undang para ulama dan intelektual Muslim dari berbagai penjuru dunia untuk menyusun agenda dakwah.

Lembaga ini pun telah membangun sederet masjid agung di berbagai be lah an dunia. Bahkan secara rutin, lembaga ini mengundang ulama dari Indonesia. Lembaga dakwah ini pun mendanai pembangunan Masjid Qa dafi Center di Bogor, Jawa Barat.

Libya di Era Kekuasaan Turki Usmani

Di awal abad ke-16 M, kawasan Mediterania menjadi rebutan dua kekuatan dan peradaban; Spanyol Hapsburg dan Kekhilafahan Turki Usmani. Pada 1510 M, bangsa Spanyol menginvasi Libya. Mereka menguasai Tripoli dan menghancurkan ibu kota Libya itu. Spanyol pun sempat mendirikan basis pertahanan laut di Tripoli.

Meski begitu, Spanyol tak terlalu meng anggap penting Kota Tripoli. Raja Charles V pun memercayakan penguasaan Tripoli kepada Ksatria St John Malta. Pasukan Turki Usmani dibawah komando Admiiral Sinan Pasha pada 1551 M berhasil mengusir para kesatria Kristen yang menguasai Tripoli. Sultan Turki Usmani lalu mengangkat kapten Draughut Pasha sebagai gubernur di Tripolitania.

Draughut Pasha memperbaiki kota pantai yang sempat dihancurkan bangsa Spanyol. Secara formal wilayah kekuasaan Turki Usmani di benua Afrika dibagi menjadi tiga wilayah, yakni Aljazair, Tunis, dan Tripoli (Libya). Setelah tahun 1565 M, wilayah Tripoli dipimpin oleh seorang Pasha yang diangkat langsung oleh Sultan.

Setiap wilayah diperkuat oleh pasukan tentara khusus yang personelnya berasal dari suku Turki yang benar-benar telah bertekad untuk mengabdikan dirinya bagi mili ter. Pada akhir abad ke-17 M, jumlah penduduk Tripoli tercatat sekitar 30 ribu jiwa. Pada masa itu, Tripoli ma sih sebatas kota kabupaten bagi Kesultanan Turki Usmani.

Selama dikuasai Turki Usmani, wilayah Libya mengalami masa pasang surut. Kekuasaan Turki di Libya berakhir pada awal abad ke-20 M. Setelah melalui pertempuran yang sangat sengit, Libya akirnya jatuh dalam genggaman kekuasaan Italia pada 1912 M. Penjajah Italia lalu menyatukan Tripolitania dan Cyrenaica pada 1934 sebagai bagian dari Libya.

Hingga kini, peninggalan Kekhilafahan Usmani berupa benteng pertahanan masih berdiri kokoh di Jalan Medan Al-Jazair Tripoli. Di sebelah kiri benteng itu juga berdiri sebuah pasar, yakni Pasar Turki. Pasar rakyat itu menjadi salah satu sentra perdagangan dan niaga masyarakat Libya di Tripoli.

Dari Gerakan Sufi hingga Revolusi 1 September

Selama Italia menjajah Libya, rakyat Libya terus melakukan perlawanan. Perlawanan terhadap penjajah dari Eropa itu digelorakan oleh kaum sufi yang tergabung dalam tarekat yang didirikan oleh Muhammad bin Ali as-Sanusi (1787-1859). Setelah melalui perjuangan panjang, akhirnya pada Oktober 1951, berdasarkan konstitusi Libya menyatakan kemerdekaannya dalam bentuk negara federal monarki yang dipimpin Raja Idris—sebagai kepala negara.

Perjalanan pemerintahan monarki di bawah pimpinan Raja Idris itu akhirnya berakhir pada 1 September 1969. Sekelompok tentara muda yang terdiri atas 70 orang mengambil alih kekuasaan dari Raja Idris. Penggulingan kekuasaan itu digulirkan dari kota Benghazi. Kelompok militer muda ini dipimpin oleh 12 anggota direktorat yang menamakan dirinya Revolutionary Command Council (RCC).

Sejak itulah, pimpinan militer muda yang dipimpin Kolonel Mua mar Qaddafi mendeklarasikan kemerdekaan Libya yang kedua kalinya. Inilah kemerdekaan Libya sepenuhnya yang be bas dari pengaruh negara-negara Barat. Libya pun memproklamasikan berdirinya Great Socialist People’s Libyan Arab Jamahiriya. Qaddafi tampil sebagai pemimpin tertinggi di negara itu.

Tahun ini, usia Libya di bawah kepemimpinan Qaddafi memasuki usia ke-39. Selain membangun bangsanya, Qaddafi pun menaruh perhatian penting terhadap aktivitas dakwah Islamiyah. Uniknya, negara ini menghitung tahun Islam dari saat wafatnya Rasulullah SAW, bukan dari saat hijrah. Aktivitas keislaman kini terus menggeliat di Libya. Sebuah harapan baru bagi kemajuan ajaran Islam.